BAB II
PEMBAHASAN
TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA
(AL-ISTIRAK FI AL-JARIMAH)
A.
Pengertian Dan
Bentuk Penyertaan
Pengertian
turutserta berbuat jarimah sesungguhnya berbeda dengan berserikat dalam
melakukan tindak pidana. Turut serta melakukan jarimah disini dapat terjadi
tanpa menghendaki ataupun bersama-sama menghendaki hasil perbuatan tersebut.
Sedangkan berserikat dalam jarimah ialah sama-sama melakukan dan menghendaki
demikian juga hasil dari perbuatan tersebut.
Jika ada seorang yang menahan orang
dan ada orng lain yang membunuhnya, maka bunuh orang yang membunuh dan kurang
lah orang yang menahan.
B. Pembagian
Turut Serta Melakukan
Jarimah
a. Turut serta berbuat jarimah secara langsung
b. Turutseerta berbuat jarimah tidak langsung
1. Turut Serta Berbuat Jarimah Secara
Langsung
Turut
serta secara langsung terjadi apabila orang – orang melakukan jarimah dengan
nyata lebih dari satu orang. Yang dimaksud dengan nyata adalah bahwa setiap
orang yang turut serta itu masing – masing mengambil bagian secara langsung,
walaupun tidak sampai selesai. Jadi cukup dianggap sebagai turut serta secara
langsung apabila seseorang telah melakukan suatu perbuatan yang dipandang
sebagai permulaan pelaksanaan jarimah itu.
Sebagai
contoh : dua orang ( A&B) akan membunuh sesorang (C). A sudah memukul
tengkuk dengan sepotong kayu kemudian pergi, sedangkan B yang meneruskan samai
akhirnya si C tersebut meninggak dunia.
Dalam
contoh ini A tidak turut menyelesaikan jarimah tersebut, tetapi ia telah
melakukan perbuatan yang merupakan pelaksanaan tindak pidana pembunuhan, disini
A dianggap sebagai orang yang turut serta secara langsung (Asy Syarik Al
Mubasyir)
Para
Fuqaha mengenal dua macam turut serta berbuat Jarimah secara langsung, yaitu:
a.
Al Tawafuq, adalah beberapa orang yang
melakukan suat kejahatan secara bersama tanpa kesepakatan sebelumnya. Jadi kejahatan
itu terjadi karena adanya pengaruh psikologis dan pemikiran yang dating secara
tiba-tiba.
Contoh seperti
kejahatan yang terjadi ketika sedang berlangsung demonstrasi, dimana yang tanpa
perencanaan sebelumnya untuk melakukan suatu kejahatan. Dalam kasus seperti ini
pelaku kejahatanturut serta secara langsung dan hanya bertanggung jawab atas
perbuatan masing-masing.
b.
Al Tamalu’ adalah kejahatan yang
dilakukan oleh beberapa orang secara bersama dan terencana sebelumnya.
Misalnya pembunuhan atas seseorang
oleh sekelompok orang secara terencana, ketika A dan B bersepakat untuk
membunuh C, kemudian A mengikat korban C dan B memukulnya sampai akhirnya si C
meninggal dunia. Dalam kasus seperti ini A dan B dianggap sebagai pelaku turut
serta secara langsung atas dasar kematian si korban C, dan mereka harus
bertanggung jawab atas kematian si korban.
Menurut jumhur ulama ada perbedaan
pertanggaungjawaban turut serta secara langsung dalma Al Tawafuq dan Al
Tamalu’. Pada Al Tawafuq masing-masing peserta hanya bertanggung jawab atas
akibat perbuatannya sendiri, dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang
lain. Sedangkan Al Tamalu’ para peserta harus mempertanggungjawabkan akibat
perbuatan mereka secara keseluruhan, kalau si korban sampai meninggal maka masing-masing
peserta dianggap sebagai pembunuh.
Akan tetapi, menurut Imam Abu Hanifah
dan sebagai Fuqaha Syafi’iyah, tidak ada perbedaan antara pertanggungjawaban
para peserta dalam Al Tawafuq maupun Al Tamalu’. Yaitum bahwa masing-masing
peserta hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri-sendiri dan tidak
bertanggung jawab atas perbuatan secara keseluruhan.
Hukuman untuk Para Peserta Langsung
Pada dasarnya menurut Syari’at Islam
banyaknya pembuat jarimah tidak mempengaruhi besarnya hukuman yang dijatuhkan
atas masing-masingnya seperti kalau masing-masing dari mereka melakukan jarimah
sendiri, meskipun masing-masingnya ketika bersamasama dengan yang lainnya tidak
melakukan semua bagian-bagian perbuatan yang telah menimbulkan akibat yang
terjadi.
Masing-masing peserta dalan jarimah bisa
terpengaruh oleh keadaan dirinya sendiri-sendiri, seperti cara terjadinya
perbuatan, keadaan pembuat dan niatnya.
Boleh jadi dalam penganiayaan bagi
seseorang, sebagai pembelaan diri bagipeserta, dan boleh jadi salah seorang
peserta itu gila yang lain sehat fikirannya, lainnya sengaja berbuat, dan yang
lain lagi berbuat karena salah sangka (kekhilafan). Semua keadaan tersebut
dipengauhi oleh berat-ringannya suatu hukuman, sebab orang yang membela diri
tidak dapat dihukum asal tidak emelebihi batas-batas yang diperlukanm dan orang
yang khilaf lebih ringan daripada orang yang sengaja berbuat.
Apabila jarimah yang mereka lakukan itu
adalah jarimah pembunuhan maka hukuman terhadap mereka diperselisihkan oleh
para fuqaha. Menurut fuqaha yang terdiri dari Imam Malik, Imam Abu Hanifah,
Imam Syafi’I, Imam Ats Tsauri, Imam Ahmad, dan Imam Abu Tsaur, apabila ada
beberapa orang membunuh satu orang maka mereka harus dibunuh semuanya. Pendapat
ini merupakan pendapat Umar RA.
Diriwayatkan
dari Sayyidina Umar RA. bahwa beliau pernah mengatakan:
لو تما لأ عليه أهل صنعاء لقتلتهم جميعا
Andaikata penduduk
Shan’a bersepakat membunuhnya maka saya akan membunuh mereka semuanya,21[1]
Sedangkan menurut Imam Daud Az Zahiri,
apabila beberapa orang membunuh satu orang maka yang dihukum bunuh (qishas)
hanyalah salah seorang saja. Pendapat ini merupakan pendapat Ibn Zubair, Imam
Zuhri, dan Jabir. 22
2. Turut Berbuat tidak langsung
Turut
berbuat jarimah tidak langsung adalah setiap orang yang melakukan perjanjian
dengan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan yang melanggar hukum, menyuruh
orang lain untuk memberikan bantuan dalam perbuatan tersebut dengan disertai
kesengajaan. Contoh kasusnya seperti orang yang menyuruh orang lain untuk
melakukan pembunuhan. Dalam kasus ini menu7rut para Ulama dikalangan madzhab
Maliki, Syafi’i dan Ahmad orang yang menyuruh itulah yang dianggap sebagai
pelaku pembunuhan karena orang yang disuruh itu hanyalah alat yang digerakkan
oleh si penyuruh.[2]
Adapun
menurut abu hanifah si penyuruh itu tidak dianggap sebagai pelaku langsung
kecuali bila suruhanya itu pada tingkat paksaan. Dalam kasus suruhan yang tidak
sampai pada tingkat paksaan yang disuruh itu harus bertanggungjawab atas
kematian korban.
Dari
keterangan diatas unsur-unsur turut berbuat jarimah tidak langsung ada tiga macam, yaitu :
1.
Adanya perbuatan yang dapat dihukum
(jarimah)
2.
Adanya niat dari orang yang turut
berbuat, agar dengan sikapnya itu perbuatan tersebut dapat terjadi.
3.
Cara mewujudkan perbuatan tersebut
adalah dengan mengadakan persepakatan , menyuruh atau memberi bantuan.
a.
Adanya Perbuatan yang Dapat Dihukum
Salah satu syarat
terwujudnya turutserta secara tidak langsung sisyaratkan dengan adanya
perbuatan yang dapat dihukum. Dalam hal ini perbuatan tidak perlu harus
selesai, meskipun baru percobaan saja. Dan tidak disyaratkan pula pelaku
langsung dihuum.
b.
Adanya Niat dari Orang yang Turut
Berbuat
Untuk terwujudnya
turutserta tidak langsung, disyaratkan juga penyertaan niat dari orang yang
turut berbuat, agar dengan persepakatan, suruhan atau bantuanya yang menjadikan
perbuatan itu terjadi. Kalau tidak ada jarimah tertentu yang dimaksudkan maka
orang tersebut dianggap turut berbuat dalam semua jarimah yang terjadi, apabila
dimungkinkan oleh niatnya.
c.
Cara Mewujudkan Perbuatan Turut berbuat
tidak langsung
Turutserta berbuat
tidak langsung terjadi dengan cara sebagai berikut:
1.
Persepakatan
Persepakatan bisa
terjadi karena adanya saling pengertian dan kesamaan kehendak untuk melakukan
suatu jarimah.
2.
Suruhan atau Hasutan (tahridl)
Menyuruh atau menghasut
adalah membujuk orang lain untuk melakukan suatu jarimah dan dengan bujukan
tersebut mendorong dilakukanya jarimah tersebut.
3.
Memberi Bantuan (I’anah)
Orang yang memberi
bantuanseorang melakuakn jarimah dianggap kawan yang secara tidak langsung
telah turut serta dalam melakukan jarimah tersebut. Seperti membantu mengamati
jalan untuk memudahkan pencurian bagi orang lain.
Hukuman Pelaku Tidak Langsung
Hukum
hukum dalam syariat islam pada dasarnya telah ditetapkan jumlahnya dalam
jarimah hudud dan qishash, yang hanya di jatuhkan atas pelaku langsung, bukan
atas peserta tidak langsung. Dengan demikian, orang yang turut berbuat tidak
langsung dalam jarimah hanya dijatuhi hukuman takzir. Aturan
pembeda hukuman antara pelaku langsung dan tidak langsung tersebut, hanya
berlaku pada jarimah hudud dan Qishash dan tidak berlaku untuk jarimah ta’zir.
Sebab perbuatan masing-masing pembuat tersebut termasuk jarimah ta’zir dan
hukumannya juga hukuman ta’zir. Selama hakim mempunyai kebebasan dalam
menentukan besar kecilnya hukuman ta’zir, maka tidak ada perlunya membuat
pemisah antara hukuman perbuatan langsung dengan hukuman tidak langsung dalam
jarimah ta’zir. Olehkarena itu hukuman pelaku tidak langsung biasanya lebih berat, sama beratatau lebih ringan daripada
hukuman pelaku langsung.
Alasan
mengenai penjatuhan hukuman ini didasarkan atas hukuman hukuman tersebut (hudud
dan qishash) merupakan pelaku jarimah langsung sedangkan berbuatnya pelaku
tidak langsung merupakan subhat yang dapat menggugurkan hukuman had.
Atuaran
perbedaan hukuman antara pelaku langsung dengantidak langsung tersebut hanya
terletak pada jarimah hudud dengan qishash. Sedangkan takzir tidak ada pembeda
antara keduanya.
C. Pertalian
Perbuatan Langsung Dengan Perbuatan Tidak Langsung (Mubasyarah Dengan Sebab)
Pertalian antara kedua macam perbuatan
tersebut apabila kumpul kedua-duanya, tidak lebih dari kemungkinan.
1.
Perbuatan tidak langsung lebih kuat dari
pada perbuatan langsung, hal ini bisa terjadi apabila perbuatan langsung bukan
perbuatan yang berlawanan dengan hukum(pelanggaran hak), seperti persaksian
palsu yang mengakibatkan adanya putusan hakim untuk menjatuhkan hukuman mati
terhadap tersangka.
2.
Perbuatan langsung lebih kuat daripada
perbuatan tidak langsung .hal ini terjadi apabila perbuatan langsung , dapat
memutus daya kerja perbuatan yidak langsung, dan perbuatan tidak langsung itu
sendiri tidak mengharuskan menimbulkan akibat yang terjadi . seperti orang yang
menjatuhkan seseorang ke jurang , kemudian dating orang ketiga yang datang dan
membunuh orang yang ada dalam jurang itu.
3.
Kedua perbuatan itu seimbang, yaitu
apabila daya kerjanya sangat kuat , seperti memaksa orang lain untuk melakukan
pembunuhan. Dalam hal ini , pemaksaan itulah yang yang menggerakan pembuat
langsung melakukan jarimah, sebab bila tidak ada pemaksa tentunya orang kedua
tidak berbuat.
Menurut
Imam Abuhanifah dan Syafi’i orang pertama (yang menahan) adalah peserta yang
member bantuan , bukan pembuat asli( langsung), alasanya bahwa orang yang
menahan meskipun yang menjadi penyebab kematian .
Sedangkan
fuqaha lainnya, yaitu imam malik dan beberapa ulama mazhab hambali : baik orang
yang menahan maupun orang yang membunuh langsung , keduannya dianggap sebagai
pembunuh langsung. Alasanya ialah bahwa perbuatan langsung maupun tidak
langsung ,pada contoh di atas sama-sama menimbulkan akibat perbuatan jarimah
yaitu kematian korban . Jadi letak
perbedaan bukan pada siapa pembantu dan siapa pembuat asli , melainkan apakah
perbuatan tidak langsung pada contoh tersebut sama dengan perbuatan langsung
atau tidak.
D. Pertalian Sebab Akibat Antara Turut
Berbuat Dengan Jarimah
Turut berbuat baru di anggap ada, bila
benar-benar ada pertalian sebab akibat dengan jarimah yang terjadi.kalau bebtuk
berbuat berupa kesepakatan, maka jarimah yang terjadi harus merupakan akibat
persepakatan tersebut begitupun pada cara-cara turut berbuat lainnya.
Turut berbuat tidak
langsung dengan jalan tidak berbuat.
Ketika seseorang member bantuan tidak
langsung memang pada hakekatnya berupa sikap tidak-berbuat, seperti orang yang
melihat segerombolan penjahat yang membunuh orang lain, kemudian didiamkan
olehnya . menurut Fuqaha, berdiam diri pada contoh tersebut tidak di anggap
memberikan bantuan kepada pembuat jarimah. Meskipun bias di anggap membantu
dari segi akhlak(moril) tidak bias di anggap bantuan atau
perbuatan-tidak-langsung kepada pembuat jarimah dari segi kepidanaan.
Turut berbuat,, sadar
kemungkinan akibat
Ketika orang berbuat harus
mempertanggung jawabkan pula terhadap jarimah yang di perbuat oleh si pembuat
asli, meskipun jarimah itu lebih besar daripada yang di maksud oleh orang
berbuat tersebut, selama jarimah itu dapat terjadi sebagai suatu akibat yang
mungkin bisa terjadi dari turut berbuatnya dan dari pelaksanaan jarimah
tersebut. CONTOH : ketika seseorang menyuruh orang lain untuk memukul orang
ketiga dengan pukulan biasa, tetapi pihak kedua memukul dengan keras sampai
pihak ketiga mati, maka orang pertama sebagai kawan-berbuat, tidak saja
bertanggung jawab atas pemukulan tersebut, tetapi juga atas kematian
semi-sengaja, karena kematian korban adalah suatu hal yang mungkin bias terjadi
dalam pelaksanaan jarimah pemukulan.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Thanks ya. :)